Rabu, 11 Januari 2012

Keluarga Pungutku

Ini tentang ceritaku, persahabatan yang terjalin karena terlalu seringnya kita bersama. Mata kuliah kartografi sebenarnya punya dua sisi yang berbeda. Sama hal-nya dengan yin dan yang. Disatu sisi mata kuliah ini bisa menjadi pemicu perpecahan dalam suatu hubungan pertemanan karena sering rebutan rapido. Di satu sisi mata kuliah ini bisa jadi pemersatu bahkan mempererat hubungan pertemanan.
Sebelumnya kenapa mereka aku sebut keluarga pungut? Karena aku punya panggilan khusus buat mereka. Ada Embah, Ayah, Bunda, Nyah, Abang, Pak cik dan Mamang. Kalau udah ditanya emang saudara dari mana. Aku sering jawab gini “ saudara mungut dari jalan satu, dari pasar satu, dan dari kebon satu”
          Mata kuliah kartografi mengharuskan aku untuk sering beradaptasi dengan teman-teman seangkatan ku. Karena aku cuma punya 4 rapido dan nggak punya sablonannya jadi mengharuskan aku buat bekerja sama. Sebagai mahasiswa baru nggak mudah buat nyari teman yang memang sejalan. Tapi baru sehari di UPI aku udah berteman dengan Dewi. Keluarga pungut pertamaku waktu itu.
          Sebenarnya lucu juga sie dulu waktu pertama kenal. Kita sama-sama nggak nyadar sebenarnya arah kostan kita itu sama. Ngobrol-ngobrol sambil jalan tapi kita nggak sadar sama sekali. Karena itu yang membuat kita dekat. Sering janjian pergi kuliah bareng. Kebetulan kita sekelas. Keluarga pungut ku satu ini baik banget. Sering kali maag aku kambuh dia yang nolongin. Ngompresin perut aku pake air panas. Kalau udah sakit maag suka keingetan.
          Karena susahnya mendeliniasi DAS aku janjian sama Hadian dan Dian buat bikin peta bareng. Karena kostan ku nggak boleh masuk cowok jadi kita nyari tempat buat belajar mendeliniasi. Ketemulah sama Ayu, ketua kelompok aku dan Dewi waktu pertama kali kita ospek universitas alias MIMOSA. Dikostan dia kita belajar bareng. Waktu itu aku bawa silverqueen. Jadi persahabatan kita sebenarnya so sweet udah diikat dengan coklat.
          Keluarga pungut kedua ku… Ayu alias Nyah. Aku suka aja punya panggilan khusus buat seseorang yang aku sayang. Sebenarnya lucu-lucuan aja sie. Tapi Cuma aku yang punya panggilan kayak gitu ke dia. Kalau diliat dari luar memang sie Nyah ku ini galak, jutek, cuek bebek minta ampun. Agak segan sie dulu kalau ngobrol sama dia. Pas udah keseringan ternyata orangnya bocor juga.
          Terkadang orang suka kesinggung sama kata-katanya. Sebenarnya itu memang benar, kenyataan yang sebenar-benarnya. Cuma sifat manusiakan nggak pernah mau menerima keburukan diri sendiri. Padahal kalau direnungin kata-kata sie Nyah ini benar. Cuma karena orangnya ceplas-ceplos dan apa adanya jadi orang suka salah sangka.
          Aku sendiri fine fine aja kalau Nyah udah mengomentari apa yang diliat dia kalau aku salah. Jadi aku tetap bisa dijalur yang benar. Jarang banget kan ada orang yang bisa dengan apa adanya ngasi tahu kalau kita salah.
          Keluarga pungut ke tiga ku….abang Hadian alias Dmenz. Dulu sebelum aku manggil dia abang, aku suka manggil dia gini “Men…Men..” dengan suara yang digede-gedein gitu.
          Awal kenal sama sie Abang dia itu orangnya cool. Cuek banget dan kerjaannya Cuma nongkrong dipojokan kalau kuliah. Tapi aku tahu orang kayak gitu pasti punya sisi bocornya. Pas sering ngobrol dan ketemu buat ngerjain Kartografi. Aku nyambung banget sama dia. Apalagi kalau udah obrolan anak dewasa.
          Abangku ini baik banget, kalau diminta tolong langsung dikerjain. Suka nggak enak kalau udah minta diinstalin laptop. Kalau lagi bĂȘte dekat dia pasti ada aja yang bisa bikin ketawa. Suka ngubah sair lagu sembarangan, suka nyeletuk aneh, dan autis kalau udah megang hp. Tapi dari dia aku belajar buat cuek, belajar buat kerja tapi nggak banyak omong.
          Sekarang keluarga pungutku yang keempat…Ayah Dian yang punya nama paling panjang. Dian Muharomi Eka Al Fajar, tu kan 22 huruf. Dekat sama Ayah ini juga Karena Kartografi. Sifatnya yang kebapaan bikin aku punya panggilan Ayah buat dia. Yang kemudian diikutin sama keluarga-keluarga pungut lainnya.
          Curhat sama Ayah serasa curhat sama bapak sendiri. Care banget sama sahabat-sahabatnya. Kalau diminta tolong sama orang lain juga nggak pernah susah, apalagi pamrih. Pokoknya Ayah yang satu ini is the best. Walaupun mukanya kayak tukang pukul tapi hatinya masjid banget.
          “Jo…Jo…” keluarga pungut ku yang paling aku hormati. Sesuai dengan panggilannya Embah Boim. Di panggil Embah karena sering batuk-batuk kayak orang tua. Padahal masih seumuran, tapi Karena bawaan muka juga kali terlalu dewasa.
          Embah itu seperti pelindung bagi kita yang cewek-cewek. Kalau ada yang gangguin embah langsung nanya siapa orangnya. Jadi bermasalahnya sama Embah. Embah itu tempat aku ngadu. Paling sering nangis didepan embah kalau udah ada masalah. Dia selalu punya nasehat dan alternative pemecahan masalah.
          Suka kalau udah pergi main sama Embah suka makan yang enak-enak. Emang hobi makan sie. Tapi aneh nggak suka daging. Embah pasti tahu tempat-tempat dengan makanan yang enak-enak. Jadi percaya aja kalau dia udah bilang enak.
          Dekat sama Embah otomatis bikin dekat juga sama tiga laki-laki lainnya. Karena sering ngerjain kartografi dikostan embah. Jadi sering bareng juga sama tiga laki-laki ini.
          Mirip sama tukang jualan siomay di rumah ku jadi bikin aku manggil dia Mamang Agus. Keluarga pungutku yang suka minta saran tentang sie Neneng pujaan hatinya. Sie Mamang ku ini care banget. Pernah waktu salah satu keluarga pungutku asmanya kambuh dia jam 2 malam gedor-gedor apotek sama sie Embah nyari oksigen. Walaupun sekarang kita udah nggak dekat. Masih suka kangen masa-masa main gitar bareng sama Mamang di base camp kita.
          Suka malu sama keluarga pungutku ini. Pak cik Anton yang pintar banget memasak. Nasi liwet buatannya enak banget. Suka kalau udah masak-masak terus dengar yang masaknya Pak cik. Langsung semangat makan. Pernah buka laptopnya ternyata isi laptopnya banyak resep masakan gitu. Aku aja sebagai cewek Cuma punya satu resep di laptop. Itu juga Cuma resep pudding. Malu jadinya sebagai wanita kalau udah sama Pak cik.
          Pak cik ini paling peduli sama wanita. Aku sama Dewi suka teriak-teriak kalau udah di base camp. Pasti di tegur kalau cewek itu nggak bagus di dengar lagi teriak-teriak. Terus pas aku sama Nyah Ayu duduknya nggak sopan juga ditegur. Kalau orang yang nggak care pasti nggak akan peduli lah sahabat ceweknya mau teriak-teriak, mau duduk dengan gaya apapun. Tapi seorang Pak cik dia peduli dengan wanita.
          Laki-laki terakhir dengan kedewasaan paling kurang karena masih kecil. Sugih anak pak mamat. Keluarga pungut termuda yang aku kenal. Dia baik dan care sama teman-temanya. Dia juga jago maen gitar. Kalau udah pegang gitar aku suka nimbrung nyanyi di base camp.
          Dua wanita yang menjadi keluarga pungut ku karena praktikum Geologi. Karena laporan yang mesti dibuat bikin kita sering ngumpul bareng. Lidia keluarga pungut kesembilan yang aku punya. Dia udah seperti kakak bagi aku. Punya nasehat-nasehat dan saran yang bikin aku lega. Sifat cueknya yang terkadang bikin orang mengganggap dia nggak bisa bersosialisasi. Padahal dia baik banget, setia kawan minta ampun.
          Penasehat dalam hal apapun, Bunda Ami. Kelurga pungut terakir yang jadi penasehat kalau orang-orang lagi pada galau. Punya sikap dewasa yang bikin kita memandang kedepan dan meninggal kan yang memang sudah terjadi dibelakang.
          Itulah kesepuluh keluarga pungut yang aku punya. Walaupun kita berasal dari pulau-pulau yang berbeda serta latar belakang yang pastinya berbeda. Tapi kita tetap bisa menjadi satu keluarga yang saling melengkapi dan membimbing satu sama lain.
Keluarga Pungutku
          Waktu kita masih belum punya kesibukan masing-masing. Sering ngumpul di kostan Embah Boim. Walaupun ibu kostannya galak suka marah-marah kalau parkiran motor penuh atau kita berisik tapi itu bukan penghalang buat kita untuk nggak ngumpul. Setiap ada yang ulang tahun kita rayain bareng, ada yang sakit kita rawat bareng. Seperti itulah keluarga pungutku. keluarga yang setidaknya membuat aku berfikir kalau jauh dari keluarga juga tidak membuat aku lantas merasa jauh dari mereka. aku masih punya orang-orang yang bisa aku sayangi layaknya keluarga sendiri.

6 komentar: